Manifestasi Klinis
1. Batu Kalsium
Merupakan jenis yang paling sering dan mengandung kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau keduanya. Faktor predisposisinya adalah volume urin yang rendah, kadar kalsium urin tinggi, oksalat urin tinggi, dan sitrat urin rendah. Hiperkalsiuria terjadi pada 65% pasien dengan batu. Keadaan ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan peningkatan absorpsi kalsium di usus, obesitas, dan hipertensi. Asupan cairan seharusnya ditingkatkan dan asupan kalsium, natrium, dan protein hewani dikurangi. Tiazid menghambat ekskresi kalsium dan kadar kalium atau sitrat dikoreksi dengan kalium sitrat. Kelebihan asupan kalsium atau penyebab lain hiperkalsemia dapat menyebabkan hiperkalseuria, terutama hiperparatiroidisme primer. Kelebihan natrium dalam diet meningkatkan kadar kasium urin dengan mengurangi reabsorpsi natrium di tubulus proksimal dan kontranspor kalsium. Asupan protein hewani meningkatkan kadar kalsium urin. Oksalat merupakan hasil akhir metabolic yang di ekskresi urin. Hiperoksaluria dapat terjadi akibat kelebihan asupan, kelebihan absorpsi di kolon pada penyakit ileus, atau kelainan metabolisme bawaan. Hipositraturia dapat bersifat idiopatik atau timbul akibat asidosis tubular ginjal distal, yang menyebabka kelebihan metabolism sitrat pada mitokondria.
2. Batu Urat
Natrium urat bersifat relative tidak larut pada pH asam. Sebagian besar kasus bersifat idiopatik dengan kadar urat darah dan urin normal, namun seringkali dengan urin asam. Pengobatannya meliputi mengurangi asupan purin dalam diet, meningkatkan volume urin, dan alkalinisasi urin dengn natrium bikarbonat atau kalium sitrat. Alopurinol menghambat produksi urat. Penyebab sekundernya meliputi kelainan metabolism purin bawaan dan turnover atau kematian sel yang cepat, terutama selama kemoterapi kanker. Hidrasi, alkalinisasi, merupakan suatu profilaksis. Urin yang asam diproduksi ketika terjadi kehilangan isi usus yang bersifat alkali akibat diare, ileostomi, atau penyalahgunaan laksan.
3. Batu Sistin
Batu sistin terbentuk karena penyerapan sistin di tubulus ginjal terganggu sehingga sistin yang terlarut menurun sehingga terjadi sistinuria. Akibatnya, kejenuhan sistin meningkat dan terjadi kristalisasi sistin. Penyerapan sistin di tubulus terganggu akibat adanya kelainan yang bersifat herediter (diturunkan) dalam transport sistin. Sistin bersifat relative tidak larut, terutama pada pH asam. Tindakan profilaksisnya dalah dengan asupan cairan yang baik, dan alkalinisasi dengan natrium bikarbonat. Dimetilsistein (D-penisilamin) memecah sistin menjadi bagian-bagian yang larut.
4. Batu Infeksi
Batu struvite disebut juga batu infeksi karena terjadi akibat proses infeksi. Batu infeksi disususn terutama oleh unsure magnesium ammonium fosfat. Mikroorganisme penghasil urease (Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas sp, Staphylococcus saprophyticus, dan Ureaplasma urealyticum) menghasilkan 2 amonium dan bikarbonat untuk setiap urea yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Keadaan ini akan memudahkan terjadinya kristal ammonium. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi juga akan meningkatkan karbonat, yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya batu karbonat apatite.
Meskipun hamper semua mineral dapat membentuk batu staghorn, namun 75% batu ini dibentuk oleh struvite-carbonate-apatite matrix. Batu staghorn merupakan batu ginjal yang berbentuk mirip tanduk rusa yang ukurannya dapat membesar dan tinggal terjebak di ginjal. Sering kali, pada pasien dengan batu staghorn, selama proses pembentukan batu tersebut pasien tidak mengalami gangguan yang berarti. Setelah batu sedemikian besar, masalah yang timbul adalah infeksi yang berulang dan ginjal yang terkena sudah sangat terganggu.Pengobatannya meliputi pengangkatan batu, antibiotic, dan skrining predisposisipembentukan batu.
1. Batu Kalsium
Merupakan jenis yang paling sering dan mengandung kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau keduanya. Faktor predisposisinya adalah volume urin yang rendah, kadar kalsium urin tinggi, oksalat urin tinggi, dan sitrat urin rendah. Hiperkalsiuria terjadi pada 65% pasien dengan batu. Keadaan ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan peningkatan absorpsi kalsium di usus, obesitas, dan hipertensi. Asupan cairan seharusnya ditingkatkan dan asupan kalsium, natrium, dan protein hewani dikurangi. Tiazid menghambat ekskresi kalsium dan kadar kalium atau sitrat dikoreksi dengan kalium sitrat. Kelebihan asupan kalsium atau penyebab lain hiperkalsemia dapat menyebabkan hiperkalseuria, terutama hiperparatiroidisme primer. Kelebihan natrium dalam diet meningkatkan kadar kasium urin dengan mengurangi reabsorpsi natrium di tubulus proksimal dan kontranspor kalsium. Asupan protein hewani meningkatkan kadar kalsium urin. Oksalat merupakan hasil akhir metabolic yang di ekskresi urin. Hiperoksaluria dapat terjadi akibat kelebihan asupan, kelebihan absorpsi di kolon pada penyakit ileus, atau kelainan metabolisme bawaan. Hipositraturia dapat bersifat idiopatik atau timbul akibat asidosis tubular ginjal distal, yang menyebabka kelebihan metabolism sitrat pada mitokondria.
2. Batu Urat
Natrium urat bersifat relative tidak larut pada pH asam. Sebagian besar kasus bersifat idiopatik dengan kadar urat darah dan urin normal, namun seringkali dengan urin asam. Pengobatannya meliputi mengurangi asupan purin dalam diet, meningkatkan volume urin, dan alkalinisasi urin dengn natrium bikarbonat atau kalium sitrat. Alopurinol menghambat produksi urat. Penyebab sekundernya meliputi kelainan metabolism purin bawaan dan turnover atau kematian sel yang cepat, terutama selama kemoterapi kanker. Hidrasi, alkalinisasi, merupakan suatu profilaksis. Urin yang asam diproduksi ketika terjadi kehilangan isi usus yang bersifat alkali akibat diare, ileostomi, atau penyalahgunaan laksan.
3. Batu Sistin
Batu sistin terbentuk karena penyerapan sistin di tubulus ginjal terganggu sehingga sistin yang terlarut menurun sehingga terjadi sistinuria. Akibatnya, kejenuhan sistin meningkat dan terjadi kristalisasi sistin. Penyerapan sistin di tubulus terganggu akibat adanya kelainan yang bersifat herediter (diturunkan) dalam transport sistin. Sistin bersifat relative tidak larut, terutama pada pH asam. Tindakan profilaksisnya dalah dengan asupan cairan yang baik, dan alkalinisasi dengan natrium bikarbonat. Dimetilsistein (D-penisilamin) memecah sistin menjadi bagian-bagian yang larut.
4. Batu Infeksi
Batu struvite disebut juga batu infeksi karena terjadi akibat proses infeksi. Batu infeksi disususn terutama oleh unsure magnesium ammonium fosfat. Mikroorganisme penghasil urease (Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas sp, Staphylococcus saprophyticus, dan Ureaplasma urealyticum) menghasilkan 2 amonium dan bikarbonat untuk setiap urea yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Keadaan ini akan memudahkan terjadinya kristal ammonium. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi juga akan meningkatkan karbonat, yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya batu karbonat apatite.
Meskipun hamper semua mineral dapat membentuk batu staghorn, namun 75% batu ini dibentuk oleh struvite-carbonate-apatite matrix. Batu staghorn merupakan batu ginjal yang berbentuk mirip tanduk rusa yang ukurannya dapat membesar dan tinggal terjebak di ginjal. Sering kali, pada pasien dengan batu staghorn, selama proses pembentukan batu tersebut pasien tidak mengalami gangguan yang berarti. Setelah batu sedemikian besar, masalah yang timbul adalah infeksi yang berulang dan ginjal yang terkena sudah sangat terganggu.Pengobatannya meliputi pengangkatan batu, antibiotic, dan skrining predisposisipembentukan batu.